Pages

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

About

Followers

Minggu, 08 Desember 2013



PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

Kontruksi berarti membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata ...

Hakekat Pendekatan Konstruktivisme
Filosofi belajar konstruktivisme menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Konstruktivisme berdasar bahwa siswa membangun pengetahuan di dalam konteks pengetahuan sendiri. Maka pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang berdasarkan bahwa dengan merefleksikan pengalaman-pengalaman kita, kita akan dapat membangun pemahaman terhadap dunia yang di mana kita hidup didalamnya. (Suherman, 2003).
Paham Konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Relasi yang terbangun adalah guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. 
Teori ini bersandarkan pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya pengemudi sekaligus pengendali informasi dan pengalaman baru yang mereka peroleh dalam sebuah proses memahami, mencermati secara kritis, sekaligus melakukan re-interpretasi pengetahuan dalam sebuah siklus pembelajaran. Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran personal dan unik dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika akhir dari suatu proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami sekaligus membangun arti baru.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Pengertian Pendekatan Konstruktivisme
Dalam konstruktivisme pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan, karena konstruktivisme ini merupakan proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.
Pendekatan konstruktivisme merupakan teori yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak sesuai lagi.
Menurut Muhammad (2004:2) bahwa ”pandangan belajar  teori konstruktivisme adalah guru tidak hanya semata-semata memberikan pengetahuan kepada siswa, tapi siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri”. Guru harus membantu dengan cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa untuk menerapkan sendiri ide-ide dan menggunakan sendiri pendekatan mereka untuk belajar.
Sedangkan menurut Nurhadi (2003:33) pendekatan kontruktivisme adalah suatu pendekatan yang mana siswa harus mampu menemukan dan mentransformasikan suatu informasi komplek kesituasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam pembelajaran dan siswa  menjadi pusat kegiatan.
Serta menurut Kunandar (2006:301) pendekatan konstruktivisme adalah landasan berfikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas bahwa pendekatan konstruktivisme merupakan suatu pendekatan yang bersifat membangun pengetahuan siswa dengan mengaitkan ilmu yang sudah ada pada siswa dengan ilmu yang baru dalam pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan mereka sendiri, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.
Konstruktivisme adalah pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun dan terbangun dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berusaha mengorganisasikan pengalaman barunya berdasarkan pada kerangka kognitif yang sudah ada pada pikirannya. Dengan demikian pengetahuan tidak dapat dipindahkan degan begitu saja dari otak seseorang guru keotak siswanya. Setiap sisiwa harus membangun pengetahuan didalam otaknya sediri-sendiri.
Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan dalam proses dalam pembelajaran dimana siswa aktif dalam mencari pengetahuannya. Pendekatan konstruktivisme secara radikal berbeda dengan pendekatan tradisional dimana guru adalah seseorang yang selalu mengikuti jawabanya.
Didalam kelas kostruktivisme para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada pada diri mereka. Mereka berbagi strategi, dan penyelesaiannya dengan debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis tenteng cara terbaik untuk menyelesaikan  suatu masalah.

Beberapa konsep umum pada pendekatan konstruktivisme, diantaranya:
1.        Pelajar aktif membina pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah ada.
2.        Dalam satu konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.        Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
4.        Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran baru.
5.        Ketidak seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
6.        Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Dengan berdasarkan kepada paham konstruktivisme-nya Piaget, Kamii (1989,1994) telah mendemonstrasikan bagaimana siswa-siswa sekolah dasar dapat menemukan prosedur sendiri dalam memecahkan soal-soal multidigit dalam bilangan cacah. Jadi dari penemuan ini berarti bahwa ketika para siswa tidak diajari algoritma seperti membawa dan meminjam pengetahuan mereka tentang bilangan dan nilai tempat jauh lebih unggul daripada siswa yang diajari atoran algoritma tersebut.
Werrington dan Kamii memperluas kerja ini pada kelas 5 dan 6 sekolah dasar dan menjelaskan suatu pendekatan pembelajaran pembagian dengan menggunakan pecahan tanpa mengajarkan  algoritma tentang mengali dan membagi. Didalam kelas ini guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru tidak lansung membenarkan atau menyalahkan jawaban siswa tersebut, tapi ia mendorong siswa untuk saling bertukar pikiran atau ide sampai persetujuan tercapai.

Konstruktifisme dalam Pembelajaran
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar. 
Menurut Werrington dalam Suherman (2003), menyatakan bahwa dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan meng’encourage’ (mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Nur dan Wikandari (2000) mengatakan bahwa pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran, merupakan penerapan pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok, untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling mengemukakan dan meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka; metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk seluruh siswa.
Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling membutuhkan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang mungkin timbul, sehingga mereka yang terlibat didalamnya mempunyai keberanian dalam memecahkan suatu permasalahan bahkan akan lebih muda dipecahkan.
Menurut sidik (2008), bahwa pembelajaran konstruktivisme meliputi empat tahapan yaitu 
a.         Tahapan pertama adalah apersepsi.
Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya: mengapa baling-baling dapat berputar? 
b.        Tahap kedua adalah eksplorasi.
Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
c.         Tahap ketiga, diskusi dan penjelasan konsep
Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
d.        Tahap keempat, pengembangan dan aplikasi.
Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas
Dalam pelaksanaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran ada beberapa saran yang dikemukakan oleh Sidik (2008) berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut : 
1.        Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan bahasa sendiri. 
2.        Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga lebih kreatif dan imajinatif. 
3.        Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. 
4.        Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa. 
5.        Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. 
6.        Menciptakan lingkungan yang kondusif. 
Dari uraian di atas, bahwa pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka dengan kata lain siswa lebih berpengalaman untuk mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

Prinsip Pendekatan konstruktivisme
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Konstruktivime akan mengaktifkan siswa secara aktif  sehingga pembelajaran yang didapat oleh siswa lebih didasarkan pada proses pencapaian pengetahuan itu bukan pada hasilnya.
Prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pembelajaran. Menurut Suparno (1999:73) ada beberapa prinsip dari konstruktivisme antara lain:
1.    Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif
2.    Tekanan dalam pembelajaran terletak pada siswa
3.    Mengajar adalah membantu siswa belajar
4.    Tekanan dalam pembelajaran lebih pada proses bukan pada akhir
5.    Kurikulum menekankan pada partisipasi siswa
6.    Guru adalah fasilitator”.
Sedangkan menurut Brooks & Brooks (dalam Subana, 2001:47)”prinsip konstruktivisme yaitu 1) ajukan masalah yang relevan dengan siswa, 2) struktur pembelajaran pada konsep-konsep eensial, 3) usahakan menemukan dan menilai pandangan siswa, 4) adaptasikan kurikulum, dan 5) ukur belajar siswa dalam konteks belajar.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme antara lain siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuan baru sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dalam mengkonstruksikan pengetahuan tersebut sebagaimana tuntunan kurikulum.

Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme
Adapun karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut Driver (dalam Paul, 1996:69) bahwa karakteristik pembelajaran konstruktivisme adalah:
 “(1) Orientasi ialah siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik; (2) Elicitasi ialah membantu siswa untuk mengungkapkan idenya secara jelas; (3) Retrukturisasi ide terdiri dari klarifikasi ide, membangun ide yang baru, mengevaluasi ide baru dengan eksperimen; (4) penggunaan ide dalam banyak situasi; (5) Review adalah bagaimana ide itu berubah “.
Sedangkan menurut Smorgansbord (1997:54)) menyatakan beberapa karakteristik tentang konstruktivisme yaitu :
  ”1) pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya; 2) belajar merupakan penasiran personal tentang dunia; 3) belajar merupakan proses yang aktif dimana makna diembangkan berdasarkan pengalaman; 4) pengetahuan tumbuh karena adanya  perundingan makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi; 5) delajar harus disituasikan dalam kehidupan yang nyata”.
Dari karakteristik pendekatan konstruktivismedi atas jelaslah bahwa dalam pembelajaran IPS dapat terlaksana, karena dalam pembelajaran IPS siswa dapat membina pengetahuannya dari pengalaman di lingkungan. Dengan demikian, siswa dapat memahami akan lingkungan sekitarnya
Adapun ciri-ciri pendekatan konstruktivisme diantaranya adalah:
a.         Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks relevan
b.         Mengutamakan proses
c.         Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social
d.        Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman
e.         Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit
f.          Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
g.         Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
h.         Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
i.           Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
j.           Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
k.         Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
l.           Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
m.       Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
n.         Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
o.         Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
p.         Menekankan bagaimana siswa belajar
q.         Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
r.          Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
s.          Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
t.          Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
u.         Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar


Komponen Pendekatan Konstruktivistik :
a.                        pengetahuan awal
b.                       fakta dan masalah
c.                        sistemmatika berfikir
d.                       kemauan dan keneranian

Langkah Pelaksanaan Pendekatan Konstruktivisme
Dengan pendekatan konstruktivisme ini yang sangat penting kita ketahui adalah bahwa dalam proses belajar siswa yang mendapatkan tekanan, siswa yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan guru maupun orang lain. Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman dari pengalaman dapat ditemukan pengetahuan baru serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Langkah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, menurut Nurhadi (2003:39) bahwa penerapan konstruktivisme muncul dengan lima langkah pembelajaran yaitu sebagai berikut: “1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada; 2) Pemerolehan pengetahuan baru; 3) Pemahaman pengetahuan; 4) Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh; 5) Melakukan refleksi”.
Berikut ini akan dijabarkan lima langkah pembelajaran menurut Nurhadi (2003:40) yaitu:
1.    Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada. Pengetahuan awal yang sudah dimiliki peserta didik akan menjadi  dasar awal untuk mempelajari informasi baru. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara pemberian pertanyaan terhadap materi yang akan dibahas.
2.    Pemerolehan pengetahuan baru. Pemerolehan pengetahuan perlu dilakukan secara keseluruhan tidak dalam paket yang terpisah-pisah
3.    Pemahaman pengetahuan. Siswa perlu menyelidiki dan menguji semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru siswa.
4.    Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. Siswa memerlukan waktu untuk memperluas dan memperhalus stuktur pengetahuannya dengan cara memecahkan masalah yang di temui.
5.    Melakukan refleksi. Pengetahuan harus sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara luas, maka pengetahuan itu harus dikontekstualkan dan hal ini memerlukan refleksi.
Sedangkan menurut Kunandar (2007:307) langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme antara lain : ”1) carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun pelajaran dan keseluruhan unit pembelajarn; 2) biarkan siswa mengemukakan gagasan-gagasan mereka dulu; 3) kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan aktivitas siswa sebagai hasil dalam proses belajar; 4) gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan proses pembelajaran; 5) kembangkan penggunakan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk bahan tertulis maupunbahan-bahan para pakar; 6) usahakan agar siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa; 7) carilah gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya; 8) buatlah agar siswa tertantang dengan konsepi dan gagasan-gagasan mereka sendiri; 9) sediakan waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis menghormati gagasan siswa; 10) doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti nyata untuk mendukung gagasannya sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya; 11) gunakanlah masalah yang diidentifikasikan oleh siswa sesuai dengan minantya dan dampak yang akan ditimbulkannya; 12) gunakan sumber-sumber lokal sebagai sumber informasi asli yang digunakan dalam pemecahan masalah; 13) libatkan siswa dalam mencari pemecahan masalah yang ada dalan kenyataan; 14) perluas belajar seputar jam pelajaran, ruangan kelas, dan lingkungan sekolah; 15) pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa; 16) tekankan kesadaran karir terutama yang berhubungan dengan sains dan teknologi”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan Langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme  yang cocok digunakan dan dilaksnakan pada pembelajara IPS yaitu: Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, pemerolehan pengetahuan baru, pemahaman pengetahuan, menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh dan, melakukan refleksi. Maka siswa merasakan arti pentingnya pembelajaran IPS dan menerapkan di lingkungan tempat tinggal mereka. Sehingga pengetahuan yang baru mereka peroleh dapat mereka terapkan dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme
Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan materi pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan Kekurangan dalam menggunakan model konstruktivisme menurut Sidik (2008) adalah :
a.              Kelebihan
1.        Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2.        Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3.        Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4.        Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5.        Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6.        Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
b.             Kekurangan
1.        Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2.        Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda. 
3.        Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
Menurut Ella (2004:55) menjelaskan bahwa pendekatan konstruktivisme membantu siswa menguasai tiga hal , yaitu:
(1) Siswa diajak memahami dan menafsirkan kenyataan dan pengalamannya yang berbeda.
(2) Siswa lebih mampu mengatasi masalah dalam kehidupan nyata.
(3) Pemahaman konstruktivisme, yaitu membangun dan mengetahui  bagaimana menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi  kehidupan nyata. 
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme memiliki berbagai kelebihan antara lain:
a.    Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme siswa akan aktif dalam pembelajaran
b.    Menjadikan proses pembelajaran tersebut menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa
c.    Siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya
d.   Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan sehingga siswa tidak cepat bosan belajar
e.    Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada penilaiannya
f.     Memupuk kerjasama dalam kelompok.
Dengan adanya kelebihan pada pendekatan konstruktivisme ini maka siswa di harapkan dapat  menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, jadi peserta didik akan terlatih untuk dapat menerapkannya dengan situasi yang berbeda atau baru.
Selain memiliki kelebihan pendekatan konstruktivisme juga memiliki kekurangan. Namun kekurangan ini dapat kita atasi seperti: (a) Siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya (b) Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah (c) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar dalam menanti temannya yang belum selesai.
Dari uraian tadi dapat disimpulkan  kelemahan pendekatan konstruktivisme dapat ditolerir, maka guru hendaknya dapat membimbing siswa agar dapat menemukan jawabannya, kemudian guru menambah waktu belajar bagi siswa yang lemah dalam proses pembelajaran, serta memberikan nasehat agar menghargai teman dalam belajar Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Alasan :
Karena pendekatan konstrutivisme itu lebih menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Kemudian alasan lainya adalah pendekatan konstrutivisme tu memiliki benberapa kelebhan yan telah di sebutkan diatas.

PENDEKATAN KOOPERATIF
(COOPERATIVE LEARNING)

Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning (CL) secara etimologi mempunyai arti belajar bersama antara dua orang atau lebih, sedangkan CL dalam artian yang lebih luas memiliki devinisi yang antara lain adalah belajar bersama yang melibatkan antara 4 – 5 orang, yang bekerja bersama menuju kelompok kerja dimana tiap anggota bertangungjawab secara individu sebagai bagian dari hasil yang tak akan bisa dicapai tanpa adanya kerjasama antar kelompok.

Pendekatan Cooperative Learning.
Dalam bukunya (Peter G. and Lorna K. 333; 1990), prosedur pendekatan cooperative learning telah dijelaskan ada 7 langkah. Langkah-langkah tersebut yaitu :
1.      Menetapkan tujuan pembelajaran, aktifitas, dan penghargaan
Yaitu membuat keputusan sejak awal tentang tujuan pembelajaran dan jenis aktifitas yang sesuai dengan mereka. Keputusan harus dibuat tentang apakah tujuan pembelajar diambil dari domain kognitif (dalam area keahlian akademis), afektif (dalam area sikap dan nilai), atau domain psikomotor (keahlian fisik). Tugas lain adalah menanyakan keahlian yang diperlukan untuk bekerjasama untuk tujuan bersama kelompok (Johnson 1987). Penghargaan itu sendiri perlu untuk dipilih. Kebanyakan guru lebih suka memilih penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan ekspektasi kelompok
2.      Komposisi kelompok
Yaitu merupakan bentuk praktek yang baik untuk membentuk kelompok yang terdiri dari seorang siswa yang punya kemampuan diatas rata-rata, dua sampai empat siswa dengan kemampuan rata-rata dan seorang siswa dengan kemampuan dibawah rata-rata atau anak-anak dengan kebutuhan khusus.
3.      Kerjasama yang efektif.
Yaitu dengan cara menjelaskan kepada siswa bagaimana cara anggota kelompok harus bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Prosedur untuk kerjasama yang efektif harus dibuat secara eksplisit. Kolaborasi diantara siswa vital untuk kesuksesan prosedur ini.
4.      Perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima
Guru harus memberikan penjelasan secara tegas tentang apa yang dapat diterima dan yang tidak dapat dieterima dalam kelompok dan menetapkan peraturan untuk pemfungsian kelompok dengan tepat sebelum kelompok mulai mengerjakan tugasnya.
5.      Periode percobaan dan umpan balik.
Guru harus memberikan umpan balik kepada kelompok tentang kualitas kelompok dan kinerja individu. Penting bagi individu untuk menerima umpan balik sejak awal.
6.      Bantuan dari guru kepada siswa.
Guru atau pengajar khusus harus dipersiapkan untuk memberikan bantuan ekstra atau bantuan tambahan kepada siswa yang mempunyai masalah belajar ketika hal itu diperlukan. Siswa harus diberitahukan bagaimana dan kapan mereka harus mencari bantuan tersebut.
7.      Melakukan evaluasi.
Guru harus melakukan evaluasi tentang prosedur pembelajaran cooperative learning. Kebanyakan guru ingin memberikan pertanyaan yang lebih tepat/teliti tentang evaluasi. Kualitas hasil dan jumlah waktu yang diperlukan untuk pembentukan kelompok perlu dipertimbangkan. Penelitian dan pengalaman praktis cenderung menunjukkan bahwa guru pada umumnya mendukung metode ini dan bahwa hasil pembelajaran akan menjustifikasi penggunaan mereka. (Slavin, 1987b).

pendekatan pembelajaran sangat penting diperhatikan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (2002: 152) bahwa “tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh pendekatan mengajar yang digunakan guru”. Sementara Hamdat (2003: 33) mengemukakan bahwa:
Guru harus mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar. Variasi metode mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, dan kelas menjadi hidup, metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengajarkan materi pelajaran TIK  adalah pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran kerjasama dalam kelompok. Menurut Nasution (2004: 146)  bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong atau kerjasama dalam kelas”. Pendekatan pembelajaran kerjasama dimaksudkan agar proses pembelajaran berlangsung optimal melalui peran aktif siswa dalam bentuk kerjasama. Lebih lanjut Nasution (2004: 146) menyatakan bahwa “pelajaran di sekolah harus sesuai dengan keadaan masyarakat, dan sifat gotong royong hendaklah dijadikan suatu prinsip yang mewarnai praktek pembelajaran untuk siswa”.
Belajar kelompok tentu akan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa jika didukung oleh keinginan yang kuat dari masing-masing anggota kelompok untuk belajar. Jika dalam kelompok ada salah seorang anggota kelompok yang suka bercerita, bergosip, membuat kegaduhan, hal itu justru dapat membuat suasana kelompok tidak kondusif untuk belajar bersama sehingga tujuan utama dari belajar kelompok sulit tercapai. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran dari setiap anggota kelompok untuk memiliki keinginan belajar bersama dalam suasana kelompok yang ditindak lanjuti dengan sikap yang baik dalam belajar bersama dalam suasana kelompok.
Sehingga Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Berikut ini merupakan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative learning) menurut para ahli.
1)        Depdiknas (2003:5) “Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
2)        Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”.
3)        Johnson, et al. (1994); Hamid Hasan (1996) “Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok”.
4)        Suprijono, Agus (2010:54) “Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.
5)        Slavin (Isjoni, 2011:15)  “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar. Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.
6)        Eggen and Kauchak (1996:279) “Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.
7)        Sunal dan Hans (2000) “Cooperative learning merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran”.
8)        Stahl (1994) “Cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial”.
9)        Kauchak dan Eggen dalam Azizah (1998) “Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan”.
10)    Djajadisastra (1982) “Metode belajar kelompok merupakan suatu metode mengajar dimana murid-murid disusun dalam kelompok-kelompok waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan tugas-tugas”.
Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri, yaitu:
1.      untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar  dalam kelompok secara kooperatif,
2.      kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
3.      jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan
4.      penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk.  siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah  untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Menurut Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, 2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan siswa, dan 4) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
Menurut Ibrahim, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, 3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, 4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, 5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, 6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara  individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Salah satu tipe pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran kooperatif adalah Student Teams-Achievement Division (STAD). Tipe ini dianggap jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana sehingga mudah diterapkan di sekolah, seperti dalam pembelajaran , karena siswa hanya dibagi atas 4 – 5 orang dalam suatu kelompok kemudian bekerjasama dalam mempraktekkan praktikum yang diberikan sesama anggota kelompok mengenai bahan ajar, hasilnya dinilai sebagai bentuk penilaian hasil belajar siswa.
Penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam mengajarkan materi pelajaran seharusnya intensif diterapkan guru diiringi dengan kemampuan dalam mengelola kelas. Hal ini sangat penting agar siswa dapat belajar bersama dalam suasana kelompok sehingga lebih aktif dalam belajar, dan pengelolaan kelas harus diperhatikan agar suasana kelas tetap kondusif selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan pendekatan kooperatif tipe STAD dalam meningaktkan hasil belajar siswa.
Langkah-Langkah
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif:
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Tingkah Laku Guru:
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi Tingkah Laku Guru: Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Tingkah Laku Guru:
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Tingkah Laku Guru: Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Blog dengan ID 33471 Tidak ada Blog dengan ID 33471 Tidak ada
Fase-5
Evaluasi Tingkah Laku Guru: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan Tingkah Laku Guru: Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kooperatif
Banyak pihak yang mengklaim bahwa kerja sama mempunyai keuntungan atas persaingan dalam situasi pembelajaran atau situasi belajar. Deutsch (1949), Shaw (1976) serta Johnson (1985; 1987) telah mengindentifikasi beberapa keuntungan ketika pembelajaran cooperative learning diterapkan dengan baik. Pertama, siswa dalam kelompok kooperatif mampu bekerja sama untuk kebaikan kelompok secara keseluruhan ketimbang hanya untuk kebutuhan individu saja. Kedua, siswa dalam kelompok pembelajaran kooperatif dapat didorong untuk membantu siswa yang mempunyai masalah dalam belajar atau membantu siswa yang cacat. Ketiga, prosedur pembelajaran kooperatif memudahkan integrasi sosial dari kebutuhan khusus siswa. Akibat yang dihasilkan adalah sikap yang lebih toleran kepada mereka yang mempunyai perbedaan dalam hal kemampuan, latar belakang sosial, kelas sosial, ras dan latar belakang akademis. Keempat, metode pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk menyediakan penghargaan atau reward baik kepada siswa berprestasi tinggi maupun siswa berprestasi rendah. Kelima, pembelajaran cooperatif learning memudahkan pembagian usaha dan tugas yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu. Siswa dapat diminta untuk menjalankan tugas di area yang paling mereka ketahui atau menyelesaikan tugas yang paling sesuai dengan kemampuan individualnya. Keenam, pembelajaran kooperatif mendorong kemunikasi antar siswa, dan hasilnya adalah pembelajaran yang lebih baik dan hubungan antar personal yang semakin membaik. (Peter G. and Lorna K. 327; 1990).
Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72) mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.        Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. 
2.        Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa. 
3.        Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat. 
4.        siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya. 
5.        siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya. 
6.        Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.
Penggunaan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, memiliki berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran.
Selain kelebihannya, pendekatan pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (1999: 29) yaitu:
siswa yang dibagi dalam kelompok kemudian diberikan tugas. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerjasama menyelesaikan tugas tersebut sehingga menimbulkan kekacauan dan kegaduhan”.
Berdasarkan pendapat sebelumnya, jelas bahwa di samping kelebihan atau manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa dalam model pembelajaran kooperatif, juga terdapat kelemahan di mana hal tersebut menuntut kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan mengawasi proses kerjasama dalam belajar yang dilakukan oleh siswa.
Thabrany (1993: 94) mengemukakan kelebihan atau keuntungan dan kekurangan kerja kelompok atau pembelajaran kooperatif yaitu:

1.      Keuntungan kerja kelompok
  • Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri 
  • Dapat merangsang motivasi belajar. 
  • Ada tempat bertanya 
  • Kesempatan melakukan resitasi oral 
  • Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.
2.      Kekurangan kerja kelompok
  • Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. 
  • Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa terjadi kesalahan kelompok.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif di atas, berikut diuraikan satu-per satu:
1)      Kelebihan pembelajaran kooperatif
Kelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas:
a.       Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri
Jika belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam belajar. Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
b.      Dapat merangsang motivasi belajar
Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika sudah menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.
c.       Ada tempat bertanya
Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah. Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide teman dapat dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
d.      Kesempatan melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar. Inilah saat yang baik untuk resitasi. Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
e.       Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang mudah diingat
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang menulis. Semuanya sama-sama mengingat di kepala. Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang kuat.
2)      Kelemahan model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok 
Kelemahan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam suatu pembelajaran di sekolah yaitu:
a)      Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip
Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar kelompok adalah dapat menjadi  tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
b)      Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok
Debat sepele ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar kelompok harus dibuatkan agenda acara. Misalnya, 25 menit  mendiskusikan bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan bab lainnya. Dengan agenda acara ini, maka belajar akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
c)      Bisa terjadi kesalahan kelompok
Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu salah, maka semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk menghindarinya, setiap anggota kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru dan anggota kelompok lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk pendalaman.
Model pembelajaran kooperatif di samping memiliki kelebihan juga mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota kelompok  tidak  menyadari makna kerjasama dalam kelompok. Oleh karena itu, Thabrany (1993: 96) menyarankan bahwa “agar kelompok beranggotakan 3, 5 atau 7 orang, jangan lebih dari 7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat terjadi beberapa blok yang saling mengobrol, dan jangan ada yang pelit artinya harus terbuka pada kawan”.
Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.

Alasan
Dengan menngunakan pendekatan pembelajaran kooperatif ini diharapkan  agar siswa lebih belajar, seperti aktif bekerja sama dalam praktek dengan teman-temannya, dan aktif  melakukan tanya jawab dengan kelompok lain. Jadi, pendekatan pembelajaran kooperatif dipandang relevan agar siswa dapat belajar bersama dalam menyelesaikan soal-soal latihan atau praktikum suatu materi  dalam pelajaran. 


PENDEKATAN QUANTUM TEACHING

Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Quantum Teaching adalah ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitas Supercamp yang diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Luzanov), Multiple Intelligence (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Ginder dan Bandler), Experiental Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson and Johnson), dan Elemen of Effective Intruction (Hunter).
Selain itu, Quantum Teaching juga dapat diartikan sebagai pendekatan pengajaran untuk membimbing peserta didik agar mau belajar. Menjadikan sebagai kegiatan yang dibutuhkan peserta didik. Di samping itu untuk memotivasi, menginspirasi dan membimbing guru agar lebih efektif dan sukses dalam mengasup pembelajaran sehingga lebih menarik dan menyenangkan. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi lompatan kemampuan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Quantum Teaching merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket multi sensori, multi kecerdasan, dan kompatibel dengan otak yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemmpuan murid untuk berprestasi. Sebagai sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis dan mudah diterapkan, Quantum Teaching menawarkan suatu sintesis dari hal-hal yang dicari, atau cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran yang dilakukan guru melalui perkembangan hubungan, penggabungan belajar dan penyampaian kurikulum. Metodologi ini dibangun berdasarkan pengalaman 18 (delapan belas) tahun dan penelitian terhadap 25.000 siswa, dan sinergi pendapat dari ratusan guru.
Quantum Teaching yang dibangun berdasarkan teori-teori tersebut mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar. Quantum Teaching bersandar pada konsep Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Inilah asas utama, alasan dasar yang berada di balik segala strategi, model, dan keyakinan Quantum Teaching.
Melalui Quantum Teaching ini, seorang guru yang akan mempengaruhi kehidupan murid. Guru memahami sekali, bahwa setiap murid memiliki karakter masing-masing. Bagaimana setiap karakter dapat memiliki peran dan membawa sukses dalam belajar, merupakan inti ajaran Quantum Teaching
Menurut Bobby DePorter quantum learning merupakan bagian dari cara belajar, namun mencakup aspek-aspek penting dari Neuro Linguistic Programming (NLP). Neuro adalah saraf otak, linguistic adalah cara berbahasa, baik verbal maupun non verbal yang dapat mempengaruhi sistem pikiran, perasaan, dan perilaku. Program NLP sangatlah unik, yaitu melakukan mental building untuk membuang kebiasaan dan keyakinan lama yang menghasilkan kegagalan, pesimisme, kurang percaya diri, menggantikannya dengan program baru yang dapat mengoptimalkan semua fungsi otak, mengidentifikasikan hal-hal yang memicu pola berpikir positif.
Quantum learning merupakan interaksi yang terjadi dalam proses belajar yang mampu mengubah berbagai potensi yang ada dalam diri manusia menjadi pancaran atau ledakan-ledakan gairah (dalam memperoleh hal-hal baru) yang dapat ditularkan (ditunjukkan) kepada orang lain. mengajar, membaca dan menulis merupakan salah satu bentuk interaksi dalam proses belajar.

 Karakteristik Quantum Teaching & Leraning
a.    Berpangkal pada psikologi kognitif
b.   Bersifat humanistik, manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatian. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi dan sebagainya dari pembelajar dapat berkembang secara optimal dengan meniadakan hukuman dan hadiah karena semua usaha yang dilakukan pembelajar dihargai. Kesalahan sebagai manusiawi
c.    Bersifat konstruktivistis, artinya memadukan, menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran. Oleh karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulant yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik
d.   Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna. Dalam proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan intekasi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar.
e.    Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Dalam prosesnya menyingkirkan hambatan dan halangan sehingga menimbulkan hal-hal yang seperti: suasana yang menyengkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan lain-lain.
f.     Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran. Dengan kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar sehat, rileks, santai, dan menyenangkan serta tidak membosankan.
g.    Menekankan kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran. Dengan kebermaknaan dan kebermutuan akan menghadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman perlu diakomodasi secara memadai.
h.   Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan yang dinamis. Sedangkan isi pembelajaran meliputi: penyajian yang prima, pemfasilitasan yang fleksibel, keterampilan belajar untuk belajar dan keterampilan hidup.
i.      Menyeimbangkan keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.
j.     Menanamkan nilai dan keyakinan yang positif dalam diri pembelajar. Ini mengandung arti bahwa suatu kesalahan tidak dianggapnya suatu kegagalan atau akhir dari segalanya. Dalam proses pembelajarannya dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai.
k.   Mengutamakan keberagaman dan kebebasan sebagai kunci interaksi. Dalam prosesnya adanya pengakuan keragaman gaya belajar siswa dan pembelajar.
l.      Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran, sehinga pembelajaran bisa berlangsung nyaman dan hasilnya lebih optimal.

Langkah-Langkah
Quantum Teaching melakukan langkah-langkah pengajaran dengan 6 (enam) langkah yang tercermin dalam istilah Tandur yang merupakan singkatan dari tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan.
Dengan diterapkannya prinsip-prinsip dan langkah-langkah yang terdapat dalam Quantum Teaching ini, maka suasana belajar akan terlihat dinamis, demokratis, menggairahkan dan menyenangkan anak didik, sehingga mereka dapat bertahan berlama-lama dalam ruangan tanpa mengenal lelah atau bosan.
Proses Pelaksanaan Model & Strategi Pembelajaran Quantum Teaching & Learning
1.      Teknik-Teknik Quantum Teaching & Learning
Quantum Teaching menawarkan model-model pembelajaran yang berprinsip memberdayakan potensi siswa dan kondisi di sekitarnya. Model-model tersebut adalah model AMBAK dan TANDUR.
a.       Teknik AMBAK
AMBAK adalah suatu teknik penting dalam Quantum Teaching. AMBAK merupakan singkatan dari APA MANFAAT BAGIKU. Teknik ini menekankan bagaimana sedapat mungkin bisa menghadirkan perasaan dalam diri siswa bahwa apa yang mereka pelajari akan memberikan manfaat yang besar. Secara terperinci teknik AMBAK bisa dijelaskan sebagai berikut:
1)      Apa yang dipelajari
Dalam pelajaran akhlak tentang akhlak terpuji misalnya, guru hanya menetapkan prinsip dari akhlaq-akhlaq tersebut, anak didiklah yang menentukan berbagai tema pelajaran sebagai contohnya. Misalnya, mereka di bawah ke sebuah pasar lalu dibiakan mengamati segala interaksi yang ada di pasar, baik antara penjual dan pembeli maupun para pengunjung yang ada di pasar.
M: Manfaat
Kadang guru lupa menjelaskn manfaat yang diperoleh dari pelajaran yang diajarkan. Contohnya, pelajaran tenteng berwudlu. Guru tidak hanya menjelaskan syarat sah dan rukun wudlu, tetapi lebih dari itu guru harus bisa menjelaskan kepada siswa apa hikmah yang bisa diambil dari berwudlu. Intinya guru harus mendorong siswa bisa memahami sesuatu situasinya yang sebenarnya (insight), sehingga siswa tertantang untuk mempelajari semua hal dengan lebih mendalam.
2)      B: Bagiku
Manfaat apa yang akan saya dapat di kemudian hari dengan mempelajari ini semua. Misalnya, pelajaran bersuci dengan tayammum. Mungkin bagi siswa yang berada di daerah dengan paskoan air melimpah, mungkin pelajaran tayammum tidak banyak memberikan arti. dalam kondisi ini, guru harus bisa menjelaskan kepada siswa bahwa suatu ketika model bersuci dengan tayammum pasti akan bermanfaat, terlebih ketika dalam suatu perjalanan tidak menemukan air atau ketika sakit yang tidak diperkenankan terkena air.
Teknik AMBAK dia atas, meneunjukkan kepada kita betapa Quantum Teaching lebih menekankan pada pembelajaran yang sarat makna dan sistem nilai yang bisa dikotribusikan kelak saat anak dewasa nanti.
b.      Teknik TANDUR
Teknik pembelajaran Quantum Teaching yang lain yang dapat digunakan adalah teknik TANDUR, yakni:
1)      T: Tumbuhkan
Tumbuhkan minat siswa dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya Bagiku” dan manfaatkan kehidupan siswa. Dengan demikian, seorang guru tidak hanya memposisikan diri sebagai pentransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga fasilitator, mediator, dan motivator. Dalam MP PAI, misalnya guru harus bisa menjelaskan kepada siswa akan pentingnya belajar PAI. Di samping itu guru juga harus memotivasi siswa bahwa belajar agama dapat menunjang perbaikan pribadi pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
2)       A: Alam
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua siswa. Artinya, bagaimana guru bisa mengahadirkan suasana alamiah yang tidk membedakan antara yang satu dengan yang lain. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa kemampuan masing-masing siswa berbeda, namun hal itu tidak boleh menjadi alasan bagi guru mendahulukan yang lebih pandai dari yang kurang pandai. Semua siswa harus mendapat perlakuan yang sama.
3)      N: Namai
Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, atau strategi terlebih dahulu terhadap sesuatu yang akan diberikan kepada siswa. Guru sedapat mungkin memberikan pengantar terhadap materi yang hendak disampaikan. Hal ini dimaksudkan agar ada informasi pendahuluan yang bisa diterima oleh siswa. selain itu, guru diharapkan juga bis amembuat kata kunci terhadap hal-hal yang dianggap sulit. Dengan kata lain, guru harus bisa membuat sesuatu yang sulit menjadi sesuatu yang mudah.
4)      D: Demonstrasikan
Sediakan kesempatan bagi siswa untuk “menunjukkan bahwa mereka tahu”. Sering kali dijumpai ada siswa yang mempunyai beragam kemampuan, akan tetapi mereka tidak mempunyai keberanian untuk menunjukkannya. Dalam kondisi ini, para guru harus tanggap dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk unjuk rasa dan memberikan motivasi agar berani menunjukkan karya-karya mereka kepada orang lain.
5)      U: Ulangi
Tunjukkan kepada siswa bagaimana cara mengulangi materi secara efektif. Pengulangan materi dalam suatu pelajaran akan sangat membantu siswa mengingat materi yang disampaikan guru dengan mudah.
6)      R: Rayakan
Keberhasilan dan prestasi yang diraih siswa, sekecil apapun, harus diberi apresiasi oleh guru. Bagi siswa perayaan akan mendorong mereka memperkuat rasa tanggung jawab. Perayaan akan mengajarkan kepada mereka mengenai motivasi hakiki tanpa “insentif”. Siswa akan menanti kegiatan belajar, sehingga pendidikan mereka lebih dari sekedar mencapai nilai tertentu. Hal ini untuk menummbuhkan rasa senang pada diri siswa yang pada gilirannya akan melahirkan kepercayaan diri untuk berprestasi lebih baik lagi.
c.       Teknik ARIAS
Pembelajaran dengan teknik ARIAS terdiri dari lima komponen (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, dan Satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu-kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkkitkan dan menngkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1)      Assurance (percaya diri)
Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus-menerus. Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal.
2)      Relevance
Yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan sekarang atau yang akan datang. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan anatara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.
3)      Interest
Adalah yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian  tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memerhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hsil belajar siswa.
4)      Assessment
Yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan siswa. Bagi guru evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi.
5)      Satifaction
Yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Sisa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya.
d.      Teknik PAKEM
PAKEM adalah singkatan darii Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertnyakan, dan mengemukakan gagasan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.
Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut: siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
1.      Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
2.      Memahami sifat yang dimiliki anak
3.      Mengenal anak secara perorangan
4.      Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
5.      Mengembangkan segala kemampuan siswa
6.      Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
7.      Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
8.      Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
9.      Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental.

Kelebihan dan kekurangan Quantum Teaching
Kelebihan Quantum Teaching adalah
a.       selalu berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa,
b.      menumbuhkan dan menimbulkan antusiasme siswa,
c.       adanya kerjasama, 
d.      menawarkan ide dan proses cemerlang dalam bentuk yang enak dipahamisiswa
e.       menciptakan tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri sendiri,
f.       belajar terasa menyenangkan,
g.      Ketenangan psikologi,
h.      Motivasi dari dalam,
i.        adanya kebebasan dalam berekspresi, dan
j.        menumbuhkan idialisme, gairah dan cinta mengajar oleh guru.
Sedangkan kekurangan Quantum Teaching adalah:
a.       memerlukan persiapan yang matang bagi guru dan lingkungan yang mendukung,
b.      memerlukan fasilitas yang memadai,
c.       model ini banyak dilakukan di luar negeri sehingga kurang beradaptasi dengan kehidupan di Indonesia, dan
d.      kurang dapat mengontrol siswa



PENDEKATAN KONSTEKTUAL
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya.
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dapat dirumuskan pengertian Contextual Learning sebagai berikut :
  1. Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
  2. Pemebelajaran Kontekastual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata  dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
Jika kita ingin melakukan pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan kontekstual maka ada beberapa hal penting yang harus kita jadikan acuan. Hal penting tersebut adalah sebagai berikut :
 
Proses belajar
  • Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
  • Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
  • Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
  • Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
  • Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
  • Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide
  • Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
Transfer Belajar
  • Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
  • Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
  • Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
Siswa sebagai Pembelajar
  • Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
  • Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
  • Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
  • Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Pentingnya  lingkungan Belajar
  • Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
  • Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
  • Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
  • Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Kelebihan dan Kelemahan
Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, yaitu :
1.      Pembelajaran lebih bermakna
2.      Pembelajaran lebih produktif
3.      Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari
4.      Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru
5.      Menumbuhkan kemampuan dalam bekerja sama dengan teman
6.      Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pebelajaran
Menurut Dzaki (2009) kelemahan nya adalah :
1.      Bagi siwa yang tidak mengikuti pelajarn CTL, ttidak mendapatkan pengetahuan dan penalaman yang sama dengan teman lainnya
2.      Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristi siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya
3.      Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh untuk bekerja sama dengan lainya.