PENDEKATAN
KONSTRUKTIVISME
Kontruksi berarti membangun, dalam
konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata
susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan
berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata
...
Hakekat Pendekatan Konstruktivisme
Filosofi belajar konstruktivisme
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi
merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat
fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.
Konstruktivisme berdasar bahwa siswa membangun pengetahuan di dalam konteks
pengetahuan sendiri. Maka pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan
pembelajaran yang berdasarkan bahwa dengan merefleksikan pengalaman-pengalaman
kita, kita akan dapat membangun pemahaman terhadap dunia yang di mana kita
hidup didalamnya. (Suherman, 2003).
Paham Konstruktivisme menekankan
bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke
pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun
struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Relasi yang terbangun adalah guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilitor dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya
konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Teori ini bersandarkan pikiran bahwa
seorang siswa sesungguhnya pengemudi sekaligus pengendali informasi dan
pengalaman baru yang mereka peroleh dalam sebuah proses memahami, mencermati
secara kritis, sekaligus melakukan re-interpretasi pengetahuan dalam sebuah
siklus pembelajaran. Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran
personal dan unik dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika
akhir dari suatu proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa
untuk memahami sekaligus membangun arti baru.
Pembentukan pengetahuan menurut
konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif
dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini,
subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek
itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori
konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswalah yang harus
mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan
mereka. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan
keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan
kognitif siswa.
Beberapa hal yang mendapat perhatian
pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang
bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3)
menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran
dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Hakikat pembelajaran
konstruktivistik oleh Brooks & Brooks mengatakan bahwa pengetahuan adalah
non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar
dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas
kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata
lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai
ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang
berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang
dipakai dalam menginterpretasikannya.
Pengertian Pendekatan Konstruktivisme
Dalam konstruktivisme
pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima”
pengetahuan, karena konstruktivisme ini merupakan proses pembelajaran
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam
proses pembelajaran.
Pendekatan konstruktivisme merupakan teori yang menyatakan bahwa
siswa harus menemukan dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan
tersebut tidak sesuai lagi.
Menurut Muhammad (2004:2) bahwa ”pandangan belajar teori konstruktivisme
adalah guru tidak hanya semata-semata memberikan pengetahuan kepada siswa, tapi
siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri”. Guru harus
membantu dengan cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna
dan sangat relevan bagi siswa untuk menerapkan sendiri ide-ide dan menggunakan
sendiri pendekatan mereka untuk belajar.
Sedangkan menurut Nurhadi (2003:33) pendekatan kontruktivisme adalah
suatu pendekatan yang mana siswa harus mampu menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi komplek kesituasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu
menjadi milik mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran peserta didik membangun
sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam pembelajaran dan
siswa menjadi pusat kegiatan.
Serta menurut Kunandar (2006:301) pendekatan konstruktivisme adalah
landasan berfikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan
dibangun manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas bahwa pendekatan konstruktivisme
merupakan suatu pendekatan yang bersifat membangun pengetahuan siswa dengan
mengaitkan ilmu yang sudah ada pada siswa dengan ilmu yang baru dalam
pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan mereka sendiri, sedangkan
guru hanya sebagai fasilitator.
Konstruktivisme
adalah pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu
makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan
gagasan yang baru apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Konstruktivisme
menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun dan terbangun dalam pikiran siswa
sendiri ketika ia berusaha mengorganisasikan pengalaman barunya berdasarkan
pada kerangka kognitif yang sudah ada pada pikirannya. Dengan demikian
pengetahuan tidak dapat dipindahkan degan begitu saja dari otak seseorang guru
keotak siswanya. Setiap sisiwa harus membangun pengetahuan didalam otaknya
sediri-sendiri.
Pendekatan
konstruktivisme adalah suatu pendekatan dalam proses dalam pembelajaran dimana
siswa aktif dalam mencari pengetahuannya. Pendekatan konstruktivisme secara
radikal berbeda dengan pendekatan tradisional dimana guru adalah seseorang yang
selalu mengikuti jawabanya.
Didalam
kelas kostruktivisme para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada
pada diri mereka. Mereka berbagi strategi, dan penyelesaiannya dengan debat
antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis tenteng cara terbaik
untuk menyelesaikan suatu masalah.
Beberapa konsep umum pada pendekatan konstruktivisme, diantaranya:
1.
Pelajar aktif membina pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang sudah ada.
2.
Dalam satu
konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.
Bahan pengajaran
yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik
minat pelajar.
4.
Pentingnya
membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran baru.
5.
Ketidak
seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
6.
Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang
membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi
baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Dengan
berdasarkan kepada paham konstruktivisme-nya Piaget, Kamii (1989,1994)
telah mendemonstrasikan bagaimana siswa-siswa sekolah dasar dapat menemukan
prosedur sendiri dalam memecahkan soal-soal multidigit dalam bilangan cacah.
Jadi dari penemuan ini berarti bahwa ketika para siswa tidak diajari algoritma
seperti membawa dan meminjam pengetahuan mereka tentang bilangan dan nilai
tempat jauh lebih unggul daripada siswa yang diajari atoran algoritma tersebut.
Werrington
dan Kamii memperluas kerja ini pada kelas 5 dan 6 sekolah dasar dan menjelaskan
suatu pendekatan pembelajaran pembagian dengan menggunakan pecahan tanpa
mengajarkan algoritma tentang mengali dan membagi. Didalam kelas ini guru
tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan
masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam
menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru tidak lansung
membenarkan atau menyalahkan jawaban siswa tersebut, tapi ia mendorong siswa
untuk saling bertukar pikiran atau ide sampai persetujuan tercapai.
Konstruktifisme dalam Pembelajaran
Kegiatan belajar adalah kegiatan
yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti
sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses menyesuaikan
konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam
pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan
guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses perolehan
pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran
yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar.
Menurut Werrington dalam Suherman
(2003), menyatakan bahwa dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak
mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun
mempresentasikan masalah dan meng’encourage’ (mendorong) siswa untuk menemukan
cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan
jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak
benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide
seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa
yang dapat masuk akal siswa.
Nur dan Wikandari (2000) mengatakan
bahwa pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran, merupakan penerapan
pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja
dalam kelompok, untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan
kelompok sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling
mengemukakan dan meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi
diantara mereka sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir
teman sebaya mereka; metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk
seluruh siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka
untuk seluruh siswa.
Istilah kooperatif memberikan
gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih.
Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling membutuhkan dalam menghadapi dan
memecahkan masalah yang mungkin timbul, sehingga mereka yang terlibat
didalamnya mempunyai keberanian dalam memecahkan suatu permasalahan bahkan akan
lebih muda dipecahkan.
Menurut sidik (2008), bahwa
pembelajaran konstruktivisme meliputi empat tahapan yaitu
a.
Tahapan pertama adalah apersepsi.
Pada tahap ini dilakukan kegiatan
menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi
sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya: mengapa baling-baling
dapat berputar?
b.
Tahap kedua adalah eksplorasi.
Pada tahap ini siswa mengungkapkan
dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali
menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara
yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
c.
Tahap ketiga, diskusi dan penjelasan konsep
Pada tahap ini siswa
mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini pula guru
menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan
kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi
siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya
jawab.
d.
Tahap keempat, pengembangan dan aplikasi.
Pada tahap ini guru memberikan
penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan
melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh
melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas
Dalam pelaksanaan pendekatan
konstruktivisme dalam pembelajaran ada beberapa saran yang dikemukakan oleh
Sidik (2008) berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut
:
1.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
pendapatnya dengan bahasa sendiri.
2.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang
pengalamannya sehingga lebih kreatif dan imajinatif.
3.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan
baru.
4.
Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan
yang telah dimiliki siswa.
5.
Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan
mereka.
6.
Menciptakan lingkungan yang kondusif.
Dari uraian di atas, bahwa
pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme lebih memfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka dengan kata lain
siswa lebih berpengalaman untuk mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka
melalui asimilasi dan akomodasi.
Prinsip Pendekatan konstruktivisme
Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Konstruktivime akan mengaktifkan siswa secara aktif
sehingga pembelajaran yang didapat oleh siswa lebih didasarkan pada proses
pencapaian pengetahuan itu bukan pada hasilnya.
Prinsip konstruktivisme
telah banyak digunakan dalam pembelajaran. Menurut Suparno (1999:73) ada
beberapa prinsip dari konstruktivisme antara lain:
1.
Pengetahuan
dibangun oleh siswa secara aktif
2.
Tekanan dalam
pembelajaran terletak pada siswa
3.
Mengajar adalah
membantu siswa belajar
4.
Tekanan dalam
pembelajaran lebih pada proses bukan pada akhir
5.
Kurikulum
menekankan pada partisipasi siswa
6.
Guru adalah
fasilitator”.
Sedangkan menurut Brooks & Brooks (dalam Subana, 2001:47)”prinsip konstruktivisme
yaitu 1) ajukan masalah yang relevan dengan siswa, 2) struktur pembelajaran
pada konsep-konsep eensial, 3) usahakan menemukan dan menilai pandangan siswa,
4) adaptasikan kurikulum, dan 5) ukur belajar siswa dalam konteks belajar.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme antara lain siswa aktif mencari tahu
dengan membentuk pengetahuan baru sedangkan guru hanya sebagai fasilitator
dalam mengkonstruksikan pengetahuan tersebut sebagaimana tuntunan kurikulum.
Karakteristik
Pembelajaran Konstruktivisme
Adapun karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut
Driver (dalam Paul, 1996:69) bahwa karakteristik pembelajaran konstruktivisme
adalah:
“(1) Orientasi ialah siswa
diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik; (2)
Elicitasi ialah membantu siswa untuk mengungkapkan idenya secara jelas; (3)
Retrukturisasi ide terdiri dari klarifikasi ide, membangun ide yang baru,
mengevaluasi ide baru dengan eksperimen; (4) penggunaan ide dalam banyak
situasi; (5) Review adalah bagaimana ide itu berubah “.
Sedangkan
menurut Smorgansbord (1997:54)) menyatakan beberapa karakteristik tentang
konstruktivisme yaitu :
”1)
pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada
sebelumnya; 2) belajar merupakan penasiran personal tentang dunia; 3) belajar
merupakan proses yang aktif dimana makna diembangkan berdasarkan pengalaman; 4)
pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan makna melalui berbagai
informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi; 5) delajar harus
disituasikan dalam kehidupan yang nyata”.
Dari
karakteristik pendekatan konstruktivismedi atas jelaslah bahwa dalam
pembelajaran IPS dapat terlaksana, karena dalam pembelajaran IPS siswa dapat membina pengetahuannya dari pengalaman di lingkungan. Dengan
demikian, siswa dapat
memahami akan lingkungan sekitarnya
Adapun ciri-ciri pendekatan konstruktivisme diantaranya adalah:
a.
Mengutamakan
pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks relevan
b.
Mengutamakan
proses
c.
Menanamkan
pembelajaran dalam konteks pengalaman social
d.
Pembelajaran
dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman
e.
Belajar
lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit
f.
Menekankan
pada proses belajar, bukan proses mengajar
g.
Mendorong
terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
h.
Memandang
siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
i.
Berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
j.
Mendorong
siswa untuk melakukan penyelidikan
k.
Mengharagai
peranan pengalaman kritis dalam belajar
l.
Mendorong
berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
m. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
n.
Berdasarkan
proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
o.
Banyak
menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti
prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
p.
Menekankan
bagaimana siswa belajar
q.
Mendorong
siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain
dan guru
r.
Sangat
mendukung terjadinya belajar kooperatif
s.
Melibatkan
siswa dalam situasi dunia nyata
t.
Menekankan
pentingnya konteks siswa dalam belajar
u.
Memperhatikan
keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
Komponen Pendekatan Konstruktivistik :
a.
pengetahuan awal
b.
fakta dan masalah
c.
sistemmatika berfikir
d.
kemauan dan keneranian
Langkah Pelaksanaan Pendekatan Konstruktivisme
Dengan
pendekatan konstruktivisme ini yang sangat penting kita ketahui adalah
bahwa dalam proses belajar siswa yang mendapatkan tekanan, siswa yang harus
aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan guru maupun orang lain.
Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman dari pengalaman dapat
ditemukan pengetahuan baru serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Langkah
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, menurut Nurhadi
(2003:39) bahwa penerapan konstruktivisme muncul dengan lima langkah
pembelajaran yaitu sebagai berikut: “1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada;
2) Pemerolehan pengetahuan baru; 3) Pemahaman pengetahuan; 4) Menerapkan
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh; 5) Melakukan refleksi”.
Berikut ini
akan dijabarkan lima langkah pembelajaran menurut Nurhadi (2003:40) yaitu:
1.
Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada. Pengetahuan
awal yang sudah dimiliki peserta didik akan menjadi dasar awal untuk
mempelajari informasi baru. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara pemberian
pertanyaan terhadap materi yang akan dibahas.
2.
Pemerolehan pengetahuan baru. Pemerolehan pengetahuan
perlu dilakukan secara keseluruhan tidak dalam paket yang terpisah-pisah
3.
Pemahaman pengetahuan. Siswa perlu menyelidiki dan
menguji semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru siswa.
4.
Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh.
Siswa memerlukan waktu untuk memperluas dan memperhalus stuktur pengetahuannya
dengan cara memecahkan masalah yang di temui.
5.
Melakukan refleksi. Pengetahuan harus sepenuhnya
dipahami dan diterapkan secara luas, maka pengetahuan itu harus
dikontekstualkan dan hal ini memerlukan refleksi.
Sedangkan
menurut Kunandar (2007:307) langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme
antara lain : ”1) carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk
menuntun pelajaran dan keseluruhan unit pembelajarn; 2) biarkan siswa
mengemukakan gagasan-gagasan mereka dulu; 3) kembangkan kepemimpinan, kerja
sama, pencarian informasi, dan aktivitas siswa sebagai hasil dalam proses
belajar; 4) gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan
proses pembelajaran; 5) kembangkan penggunakan alternatif sumber informasi baik
dalam bentuk bahan tertulis maupunbahan-bahan para pakar; 6) usahakan agar
siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa; 7) carilah
gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya; 8) buatlah agar
siswa tertantang dengan konsepi dan gagasan-gagasan mereka sendiri; 9) sediakan
waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis menghormati gagasan siswa; 10)
doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti nyata
untuk mendukung gagasannya sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya;
11) gunakanlah masalah yang diidentifikasikan oleh siswa sesuai dengan minantya
dan dampak yang akan ditimbulkannya; 12) gunakan sumber-sumber lokal sebagai
sumber informasi asli yang digunakan dalam pemecahan masalah; 13) libatkan
siswa dalam mencari pemecahan masalah yang ada dalan kenyataan; 14) perluas
belajar seputar jam pelajaran, ruangan kelas, dan lingkungan sekolah; 15)
pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa; 16) tekankan
kesadaran karir terutama yang berhubungan dengan sains dan teknologi”.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan Langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme
yang cocok digunakan dan dilaksnakan pada pembelajara IPS yaitu: Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada, pemerolehan pengetahuan baru, pemahaman
pengetahuan, menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh dan,
melakukan refleksi. Maka siswa merasakan arti pentingnya pembelajaran IPS dan
menerapkan di lingkungan tempat tinggal mereka. Sehingga pengetahuan yang baru
mereka peroleh dapat mereka terapkan dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kelebihan
dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme
Pada dasarnya tidak terdapat
pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar yang paling baik untuk
semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan materi
pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru
diharapkan menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau
pola mengajar sebab setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola
mengajar memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan Kekurangan dalam
menggunakan model konstruktivisme menurut Sidik (2008) adalah :
a.
Kelebihan
1.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan
menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan
mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau
rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas
pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai
fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan
tentang fenomena yang menantang siswa.
3.
Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan
untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir
kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan
gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang
telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan
berbagai strategi belajar.
5.
Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta
memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6.
Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan
belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling
menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
b.
Kekurangan
1.
Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak
jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para
ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2.
Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap
siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3.
Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena
tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan
kreatifitas siswa.
Menurut Ella
(2004:55) menjelaskan bahwa pendekatan konstruktivisme membantu siswa
menguasai tiga hal , yaitu:
(1) Siswa diajak memahami dan menafsirkan kenyataan dan pengalamannya yang
berbeda.
(2) Siswa lebih mampu mengatasi masalah dalam kehidupan nyata.
(3) Pemahaman konstruktivisme, yaitu membangun dan mengetahui
bagaimana menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan
nyata.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme
memiliki berbagai kelebihan antara lain:
a.
Dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme siswa akan aktif dalam
pembelajaran
b.
Menjadikan
proses pembelajaran tersebut menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa
c.
Siswa membangun
sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya
d.
Suasana dalam
proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan sehingga
siswa tidak cepat bosan belajar
e.
Siswa merasa
dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada penilaiannya
f.
Memupuk
kerjasama dalam kelompok.
Dengan
adanya kelebihan pada pendekatan konstruktivisme ini maka siswa di
harapkan dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, jadi peserta didik akan terlatih untuk dapat menerapkannya dengan
situasi yang berbeda atau baru.
Selain memiliki kelebihan pendekatan konstruktivisme juga memiliki
kekurangan. Namun kekurangan ini dapat kita atasi seperti: (a) Siswa masih
kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya (b) Membutuhkan waktu yang lama
terutama bagi siswa yang lemah (c) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar
dalam menanti temannya yang belum selesai.
Dari uraian tadi dapat disimpulkan kelemahan pendekatan konstruktivisme
dapat ditolerir, maka guru hendaknya dapat membimbing siswa agar dapat
menemukan jawabannya, kemudian guru menambah waktu belajar bagi siswa yang
lemah dalam proses pembelajaran, serta memberikan nasehat agar menghargai teman
dalam belajar Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Alasan :
Karena
pendekatan konstrutivisme itu lebih menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan
keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.
Kemudian alasan lainya adalah pendekatan konstrutivisme tu memiliki benberapa
kelebhan yan telah di sebutkan diatas.
PENDEKATAN
KOOPERATIF
(COOPERATIVE
LEARNING)
Pengertian Cooperative
Learning
Cooperative Learning (CL) secara etimologi mempunyai arti belajar bersama
antara dua orang atau lebih, sedangkan CL dalam artian yang lebih luas memiliki
devinisi yang antara lain adalah belajar bersama yang melibatkan antara 4 – 5
orang, yang bekerja bersama menuju kelompok kerja dimana tiap anggota
bertangungjawab secara individu sebagai bagian dari hasil yang tak akan bisa
dicapai tanpa adanya kerjasama antar kelompok.
Pendekatan Cooperative
Learning.
Dalam bukunya (Peter G. and Lorna K. 333; 1990), prosedur pendekatan cooperative learning telah dijelaskan
ada 7 langkah. Langkah-langkah tersebut yaitu :
1.
Menetapkan tujuan pembelajaran,
aktifitas, dan penghargaan
Yaitu membuat keputusan sejak awal
tentang tujuan pembelajaran dan jenis aktifitas yang sesuai dengan mereka. Keputusan
harus dibuat tentang apakah tujuan pembelajar diambil dari domain kognitif
(dalam area keahlian akademis), afektif (dalam area sikap dan nilai), atau
domain psikomotor (keahlian fisik). Tugas lain adalah menanyakan keahlian yang
diperlukan untuk bekerjasama untuk tujuan bersama kelompok (Johnson 1987).
Penghargaan itu sendiri perlu untuk dipilih. Kebanyakan guru lebih suka memilih
penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan ekspektasi kelompok
2.
Komposisi kelompok
Yaitu merupakan bentuk praktek yang baik untuk
membentuk kelompok yang terdiri dari seorang siswa yang punya kemampuan diatas
rata-rata, dua sampai empat siswa dengan kemampuan rata-rata dan seorang siswa
dengan kemampuan dibawah rata-rata atau anak-anak dengan kebutuhan khusus.
3.
Kerjasama yang
efektif.
Yaitu dengan cara menjelaskan kepada siswa bagaimana
cara anggota kelompok harus bekerja sama antara satu dengan yang lainnya.
Prosedur untuk kerjasama yang efektif harus dibuat secara eksplisit. Kolaborasi
diantara siswa vital untuk kesuksesan prosedur ini.
4.
Perilaku yang
dapat diterima dan tidak dapat diterima
Guru harus memberikan penjelasan secara tegas tentang
apa yang dapat diterima dan yang tidak dapat dieterima dalam kelompok dan
menetapkan peraturan untuk pemfungsian kelompok dengan tepat sebelum kelompok
mulai mengerjakan tugasnya.
5.
Periode percobaan
dan umpan balik.
Guru harus memberikan umpan balik kepada kelompok
tentang kualitas kelompok dan kinerja individu. Penting bagi individu untuk
menerima umpan balik sejak awal.
6.
Bantuan dari guru
kepada siswa.
Guru atau pengajar khusus harus dipersiapkan untuk
memberikan bantuan ekstra atau bantuan tambahan kepada siswa yang mempunyai
masalah belajar ketika hal itu diperlukan. Siswa harus diberitahukan bagaimana
dan kapan mereka harus mencari bantuan tersebut.
7.
Melakukan
evaluasi.
Guru harus melakukan evaluasi tentang prosedur
pembelajaran cooperative learning. Kebanyakan guru ingin memberikan
pertanyaan yang lebih tepat/teliti tentang evaluasi. Kualitas hasil dan jumlah
waktu yang diperlukan untuk pembentukan kelompok perlu dipertimbangkan.
Penelitian dan pengalaman praktis cenderung menunjukkan bahwa guru pada umumnya
mendukung metode ini dan bahwa hasil pembelajaran akan menjustifikasi
penggunaan mereka. (Slavin, 1987b).
pendekatan pembelajaran sangat penting
diperhatikan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (2002: 152) bahwa
“tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh pendekatan
mengajar yang digunakan guru”. Sementara Hamdat (2003: 33) mengemukakan bahwa:
Guru harus
mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar. Variasi metode mengakibatkan
penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa,
dan kelas menjadi hidup, metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat
digunakan guru dalam mengajarkan materi pelajaran TIK adalah pembelajaran
kooperatif sebagai model pembelajaran kerjasama dalam kelompok. Menurut
Nasution (2004: 146) bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
gotong royong atau kerjasama dalam kelas”. Pendekatan pembelajaran kerjasama
dimaksudkan agar proses pembelajaran berlangsung optimal melalui peran aktif
siswa dalam bentuk kerjasama. Lebih lanjut Nasution (2004: 146) menyatakan
bahwa “pelajaran di sekolah harus sesuai dengan keadaan masyarakat, dan sifat
gotong royong hendaklah dijadikan suatu prinsip yang mewarnai praktek
pembelajaran untuk siswa”.
Belajar kelompok tentu akan lebih efektif dalam
meningkatkan kemampuan belajar siswa jika didukung oleh keinginan yang kuat
dari masing-masing anggota kelompok untuk belajar. Jika dalam kelompok ada
salah seorang anggota kelompok yang suka bercerita, bergosip, membuat
kegaduhan, hal itu justru dapat membuat suasana kelompok tidak kondusif untuk belajar
bersama sehingga tujuan utama dari belajar kelompok sulit tercapai. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya kesadaran dari setiap anggota kelompok untuk
memiliki keinginan belajar bersama dalam suasana kelompok yang ditindak lanjuti
dengan sikap yang baik dalam belajar bersama dalam suasana kelompok.
Sehingga
Pembelajaran
kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik
2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling
membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Berikut ini
merupakan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
menurut para ahli.
1)
Depdiknas (2003:5) “Pembelajaran Kooperatif (cooperative
learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang
saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar”.
2)
Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran
kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran
dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja sama untuk
mencapai tujuan belajar”.
3)
Johnson, et al. (1994); Hamid Hasan (1996)
“Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam
pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan
belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok”.
4)
Suprijono, Agus (2010:54) “Model pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.
5)
Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative
learning methods, students work together in four member teams to master
material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative
learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang
secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah
dalam belajar. Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.
6)
Eggen and Kauchak (1996:279) “Pembelajaran kooperatif
merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja
secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.
7)
Sunal dan Hans (2000) “Cooperative learning merupakan
suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk
memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses
pembelajaran”.
8)
Stahl (1994) “Cooperative learning dapat
meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong
dalam perilaku sosial”.
9)
Kauchak dan Eggen dalam Azizah (1998) “Cooperative
learning merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan”.
10)
Djajadisastra (1982) “Metode belajar kelompok
merupakan suatu metode mengajar dimana murid-murid disusun dalam
kelompok-kelompok waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan
tugas-tugas”.
Jadi
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran
kooperatif memiliki ciri-ciri, yaitu:
1.
untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa
belajar dalam kelompok secara kooperatif,
2.
kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
3.
jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari
beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar
dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda
pula, dan
4.
penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari
pada perorangan.
Dalam
pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama
lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa
yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai
tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas
keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran
kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran
kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara
sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang
sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar
siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar
belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan
akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran
kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan
ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Menurut
Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa
yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil
belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode
pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) siswa mempunyai tanggung jawab dan
terlibat secara aktif dalam pembelajaran, 2) siswa dapat mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan siswa, dan 4)
meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
Menurut
Ibrahim, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) siswa
dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan
bersama, 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, 3)
siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan
yang sama, 4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di
antara anggota kelompoknya, 5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan
penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, 6) siswa
berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya, dan 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Salah satu tipe pembelajaran
dalam pendekatan pembelajaran kooperatif adalah Student Teams-Achievement Division (STAD). Tipe ini dianggap
jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana sehingga mudah diterapkan
di sekolah, seperti dalam pembelajaran , karena siswa hanya dibagi atas 4 – 5
orang dalam suatu kelompok kemudian bekerjasama dalam mempraktekkan praktikum
yang diberikan sesama anggota kelompok mengenai bahan ajar, hasilnya dinilai
sebagai bentuk penilaian hasil belajar siswa.
Penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe
STAD dalam mengajarkan materi pelajaran seharusnya intensif diterapkan guru diiringi dengan
kemampuan dalam mengelola kelas. Hal ini sangat penting agar siswa dapat
belajar bersama dalam suasana kelompok sehingga lebih aktif dalam belajar, dan
pengelolaan kelas harus diperhatikan agar suasana kelas tetap kondusif selama
berlangsungnya proses pembelajaran dengan pendekatan kooperatif tipe STAD dalam
meningaktkan hasil belajar siswa.
Langkah-Langkah
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Kooperatif:
Fase-1
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa Tingkah Laku Guru:
Guru
menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
Fase-2
Menyajikan
informasi Tingkah Laku Guru: Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Tingkah Laku Guru:
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase-4
Membimbing
kelompok bekerja dan belajar Tingkah Laku Guru: Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Blog dengan ID 33471 Tidak
ada Blog dengan ID 33471 Tidak ada
Fase-5
Evaluasi
Tingkah Laku Guru: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan
penghargaan Tingkah Laku Guru: Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kooperatif
Banyak pihak yang mengklaim bahwa kerja sama mempunyai
keuntungan atas persaingan dalam situasi pembelajaran atau situasi belajar.
Deutsch (1949), Shaw (1976) serta Johnson (1985; 1987) telah mengindentifikasi
beberapa keuntungan ketika pembelajaran cooperative
learning diterapkan dengan baik. Pertama, siswa dalam kelompok kooperatif mampu bekerja sama
untuk kebaikan kelompok secara keseluruhan ketimbang hanya untuk kebutuhan
individu saja. Kedua,
siswa dalam kelompok pembelajaran kooperatif dapat didorong untuk membantu
siswa yang mempunyai masalah dalam belajar atau membantu siswa yang cacat. Ketiga, prosedur pembelajaran
kooperatif memudahkan integrasi sosial dari kebutuhan khusus siswa. Akibat yang
dihasilkan adalah sikap yang lebih toleran kepada mereka yang mempunyai
perbedaan dalam hal kemampuan, latar belakang sosial, kelas sosial, ras dan
latar belakang akademis. Keempat,
metode pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk menyediakan penghargaan
atau reward baik kepada siswa
berprestasi tinggi maupun siswa berprestasi rendah. Kelima, pembelajaran cooperatif
learning memudahkan pembagian usaha dan tugas yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan individu. Siswa dapat diminta untuk menjalankan tugas di area
yang paling mereka ketahui atau menyelesaikan tugas yang paling sesuai dengan
kemampuan individualnya. Keenam,
pembelajaran kooperatif mendorong kemunikasi antar siswa, dan hasilnya adalah
pembelajaran yang lebih baik dan hubungan antar personal yang semakin membaik.
(Peter G. and Lorna K. 327;
1990).
Karli dan Yuliariatiningsih (2002:
72) mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.
Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar
mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis.
2.
Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri
yang telah dimiliki oleh siswa.
3.
Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai,
dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di
masyarakat.
4.
siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga
sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa
lainnya.
5.
siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi
saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya
secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya.
6.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar
memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga
apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.
Penggunaan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah,
memiliki berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada
optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran.
Selain kelebihannya, pendekatan pembelajaran kooperatif juga memiliki
kelemahan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lie (1999: 29) yaitu:
“siswa yang dibagi dalam kelompok
kemudian diberikan tugas. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendiri dan karena
mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus
bekerjasama menyelesaikan tugas tersebut sehingga menimbulkan kekacauan dan
kegaduhan”.
Berdasarkan pendapat sebelumnya,
jelas bahwa di samping kelebihan atau manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa
dalam model pembelajaran kooperatif, juga terdapat kelemahan di mana hal
tersebut menuntut kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif
dengan mengawasi proses kerjasama dalam belajar yang dilakukan oleh siswa.
Thabrany
(1993: 94) mengemukakan kelebihan atau keuntungan dan kekurangan kerja kelompok
atau pembelajaran kooperatif yaitu:
1.
Keuntungan kerja kelompok
- Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri
- Dapat merangsang motivasi belajar.
- Ada tempat bertanya
- Kesempatan melakukan resitasi oral
- Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.
2. Kekurangan kerja kelompok
- Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip.
- Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa terjadi kesalahan kelompok.
Kelebihan dan kelemahan
pembelajaran kooperatif di atas, berikut diuraikan satu-per satu:
1) Kelebihan pembelajaran kooperatif
Kelebihan model pembelajaran
kooperatif terdiri atas:
a. Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri
Jika belajar sendiri sering
kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari
pelajaran yang kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam belajar.
Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan
kebosanan.
b. Dapat merangsang motivasi belajar
Melalui kerja kelompok, akan
dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika sudah menghabiskan waktu dan
tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih baik, akan timbul
minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin mempertahankan agar
tidak akan dikalahkan teman-temannya.
c. Ada tempat bertanya
Kerja secara kelompok, maka
ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan
anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama
jika mempelajari sejarah. Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat memecahkan
soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide teman dapat dicoba
dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu
ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang
berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling
melengkapi.
d. Kesempatan melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota
kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar.
Inilah saat yang baik untuk resitasi. Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa
sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran
ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
e. Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan
perisitwa lain yang mudah diingat
Melalui kerja kelompok akan
dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.
Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka perdebatan
sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah mengingat
apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena
dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi
yang turut campur dan tangan yang menulis. Semuanya sama-sama mengingat di
kepala. Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak,
tentu ini dapat kurang kuat.
2) Kelemahan model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok
Kelemahan penerapan model
pembelajaran kooperatif dalam suatu pembelajaran di sekolah yaitu:
a)
Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip
Kelemahan yang senantiasa
terjadi dalam belajar kelompok adalah dapat menjadi tempat mengobrol. Hal
ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar,
seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu
saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
b)
Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok
Debat sepele ini sering terjadi
di dalam kelompok. Debat sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang
waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar kelompok harus dibuatkan agenda acara.
Misalnya, 25 menit mendiskusikan bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan
bab lainnya. Dengan agenda acara ini, maka belajar akan terarah dan tidak
terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
c)
Bisa terjadi kesalahan kelompok
Jika ada satu anggota kelompok
menjelaskan suatu konsep dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan
ternyata konsep itu salah, maka semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk
menghindarinya, setiap anggota kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau
membicarakan hal baru dan anggota kelompok lain belum mengetahui, cari
konfirmasi dalam buku untuk pendalaman.
Model pembelajaran kooperatif
di samping memiliki kelebihan juga mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota
kelompok tidak menyadari makna kerjasama dalam kelompok. Oleh
karena itu, Thabrany (1993: 96) menyarankan bahwa “agar kelompok beranggotakan
3, 5 atau 7 orang, jangan lebih dari 7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat
terjadi beberapa blok yang saling mengobrol, dan jangan ada yang pelit artinya
harus terbuka pada kawan”.
Kelebihan dan kelemahan dalam
penggunaan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka
hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun,
faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan
kesadaran murid mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran
pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan
model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam
belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.
Alasan
Dengan
menngunakan pendekatan pembelajaran
kooperatif ini diharapkan agar siswa lebih belajar, seperti aktif
bekerja sama dalam praktek dengan teman-temannya, dan aktif melakukan tanya jawab
dengan kelompok lain. Jadi, pendekatan pembelajaran kooperatif dipandang
relevan agar siswa dapat belajar bersama dalam menyelesaikan soal-soal latihan
atau praktikum suatu materi dalam pelajaran.
PENDEKATAN QUANTUM
TEACHING
Kata Quantum
sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum
Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan
unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang
terjadi di dalam kelas.
Quantum Teaching adalah ilmu
pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan
fasilitas Supercamp yang diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Luzanov), Multiple Intelligence (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Ginder
dan Bandler), Experiental Learning
(Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson and
Johnson), dan Elemen of Effective
Intruction (Hunter).
Selain itu, Quantum Teaching juga
dapat diartikan sebagai pendekatan pengajaran untuk membimbing peserta didik
agar mau belajar. Menjadikan sebagai kegiatan yang dibutuhkan peserta didik. Di
samping itu untuk memotivasi, menginspirasi dan membimbing guru agar lebih
efektif dan sukses dalam mengasup pembelajaran sehingga lebih menarik dan
menyenangkan. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi lompatan kemampuan
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Quantum Teaching
merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket multi
sensori, multi kecerdasan, dan kompatibel dengan otak yang pada akhirnya akan
melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemmpuan murid untuk
berprestasi. Sebagai sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis
dan mudah diterapkan, Quantum Teaching menawarkan suatu sintesis dari
hal-hal yang dicari, atau cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha
pengajaran yang dilakukan guru melalui perkembangan hubungan, penggabungan
belajar dan penyampaian kurikulum. Metodologi ini dibangun berdasarkan
pengalaman 18 (delapan belas) tahun dan penelitian terhadap 25.000 siswa, dan
sinergi pendapat dari ratusan guru.
Quantum Teaching yang dibangun
berdasarkan teori-teori tersebut mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan
memudahkan proses belajar. Quantum Teaching bersandar pada konsep Bawalah
Dunia Mereka ke Dunia Kita dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Inilah
asas utama, alasan dasar yang berada di balik segala strategi, model, dan
keyakinan Quantum Teaching.
Melalui Quantum Teaching ini,
seorang guru yang akan mempengaruhi kehidupan murid. Guru memahami sekali,
bahwa setiap murid memiliki karakter masing-masing. Bagaimana setiap karakter
dapat memiliki peran dan membawa sukses dalam belajar, merupakan inti ajaran
Quantum Teaching
Menurut
Bobby DePorter quantum learning merupakan bagian dari cara belajar, namun
mencakup aspek-aspek penting dari Neuro Linguistic Programming (NLP). Neuro
adalah saraf otak, linguistic adalah cara berbahasa, baik verbal maupun non
verbal yang dapat mempengaruhi sistem pikiran, perasaan, dan perilaku. Program
NLP sangatlah unik, yaitu melakukan mental building untuk membuang kebiasaan
dan keyakinan lama yang menghasilkan kegagalan, pesimisme, kurang percaya diri,
menggantikannya dengan program baru yang dapat mengoptimalkan semua fungsi
otak, mengidentifikasikan hal-hal yang memicu pola berpikir positif.
Quantum
learning merupakan interaksi yang terjadi dalam proses belajar yang mampu
mengubah berbagai potensi yang ada dalam diri manusia menjadi pancaran atau
ledakan-ledakan gairah (dalam memperoleh hal-hal baru) yang dapat ditularkan
(ditunjukkan) kepada orang lain. mengajar, membaca dan menulis merupakan salah
satu bentuk interaksi dalam proses belajar.
Karakteristik Quantum Teaching & Leraning
a. Berpangkal pada psikologi kognitif
b. Bersifat humanistik, manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatian.
Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi dan sebagainya dari pembelajar
dapat berkembang secara optimal dengan meniadakan hukuman dan hadiah karena
semua usaha yang dilakukan pembelajar dihargai. Kesalahan sebagai manusiawi
c. Bersifat konstruktivistis, artinya memadukan, menyinergikan, dan
mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan
lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran. Oleh karena itu,
baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus
diperlakukan sama dan memperoleh stimulant yang seimbang agar pembelajaran
berhasil baik
d. Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna. Dalam proses
pembelajaran dipandang sebagai penciptaan intekasi-interaksi bermutu dan
bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran yang dapat mengubah
energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya yang
bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar.
e. Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
Dalam prosesnya menyingkirkan hambatan dan halangan sehingga menimbulkan
hal-hal yang seperti: suasana yang menyengkan, lingkungan yang nyaman, penataan
tempat duduk yang rileks, dan lain-lain.
f. Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran. Dengan
kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar sehat, rileks,
santai, dan menyenangkan serta tidak membosankan.
g. Menekankan kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran. Dengan
kebermaknaan dan kebermutuan akan menghadirkan pengalaman yang dapat dimengerti
dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman perlu diakomodasi secara
memadai.
h. Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks
pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh,
lingkungan yang mendukung, dan rancangan yang dinamis. Sedangkan isi
pembelajaran meliputi: penyajian yang prima, pemfasilitasan yang fleksibel,
keterampilan belajar untuk belajar dan keterampilan hidup.
i. Menyeimbangkan keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi
material.
j. Menanamkan nilai dan keyakinan yang positif dalam diri pembelajar. Ini
mengandung arti bahwa suatu kesalahan tidak dianggapnya suatu kegagalan atau
akhir dari segalanya. Dalam proses pembelajarannya dikembangkan nilai dan
keyakinan bahwa hukuman dan hadiah tidak diperlukan karena setiap usaha harus
diakui dan dihargai.
k. Mengutamakan keberagaman dan kebebasan sebagai kunci interaksi. Dalam
prosesnya adanya pengakuan keragaman gaya belajar siswa dan pembelajar.
l. Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran,
sehinga pembelajaran bisa berlangsung nyaman dan hasilnya lebih optimal.
Langkah-Langkah
Quantum Teaching melakukan
langkah-langkah pengajaran dengan 6 (enam) langkah yang tercermin dalam istilah
Tandur yang merupakan singkatan dari tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan,
ulangi, dan rayakan.
Dengan diterapkannya prinsip-prinsip
dan langkah-langkah yang terdapat dalam Quantum Teaching ini, maka suasana
belajar akan terlihat dinamis, demokratis, menggairahkan dan menyenangkan anak
didik, sehingga mereka dapat bertahan berlama-lama dalam ruangan tanpa mengenal
lelah atau bosan.
Proses Pelaksanaan Model &
Strategi Pembelajaran Quantum Teaching & Learning
1. Teknik-Teknik
Quantum Teaching & Learning
Quantum Teaching menawarkan
model-model pembelajaran yang berprinsip memberdayakan potensi siswa dan
kondisi di sekitarnya. Model-model tersebut adalah model AMBAK dan TANDUR.
a.
Teknik AMBAK
AMBAK adalah suatu teknik penting
dalam Quantum Teaching. AMBAK merupakan singkatan dari APA MANFAAT BAGIKU.
Teknik ini menekankan bagaimana sedapat mungkin bisa menghadirkan perasaan
dalam diri siswa bahwa apa yang mereka pelajari akan memberikan manfaat yang
besar. Secara terperinci teknik AMBAK bisa dijelaskan sebagai berikut:
1) Apa yang
dipelajari
Dalam pelajaran akhlak tentang
akhlak terpuji misalnya, guru hanya menetapkan prinsip dari akhlaq-akhlaq
tersebut, anak didiklah yang menentukan berbagai tema pelajaran sebagai
contohnya. Misalnya, mereka di bawah ke sebuah pasar lalu dibiakan mengamati
segala interaksi yang ada di pasar, baik antara penjual dan pembeli maupun para
pengunjung yang ada di pasar.
M: Manfaat
Kadang guru lupa menjelaskn manfaat
yang diperoleh dari pelajaran yang diajarkan. Contohnya, pelajaran tenteng
berwudlu. Guru tidak hanya menjelaskan syarat sah dan rukun wudlu, tetapi lebih
dari itu guru harus bisa menjelaskan kepada siswa apa hikmah yang bisa diambil
dari berwudlu. Intinya guru harus mendorong siswa bisa memahami sesuatu
situasinya yang sebenarnya (insight), sehingga siswa tertantang untuk
mempelajari semua hal dengan lebih mendalam.
2) B: Bagiku
Manfaat apa yang akan saya dapat di
kemudian hari dengan mempelajari ini semua. Misalnya, pelajaran bersuci dengan
tayammum. Mungkin bagi siswa yang berada di daerah dengan paskoan air melimpah,
mungkin pelajaran tayammum tidak banyak memberikan arti. dalam kondisi ini,
guru harus bisa menjelaskan kepada siswa bahwa suatu ketika model bersuci
dengan tayammum pasti akan bermanfaat, terlebih ketika dalam suatu perjalanan
tidak menemukan air atau ketika sakit yang tidak diperkenankan terkena air.
Teknik AMBAK dia atas, meneunjukkan
kepada kita betapa Quantum Teaching lebih menekankan pada pembelajaran yang
sarat makna dan sistem nilai yang bisa dikotribusikan
kelak saat anak dewasa nanti.
b. Teknik
TANDUR
Teknik pembelajaran Quantum Teaching
yang lain yang dapat digunakan adalah teknik TANDUR, yakni:
1) T: Tumbuhkan
Tumbuhkan minat siswa dengan
memuaskan “Apakah Manfaatnya Bagiku” dan manfaatkan kehidupan siswa. Dengan
demikian, seorang guru tidak hanya memposisikan diri sebagai pentransfer ilmu
pengetahuan saja, tetapi juga fasilitator, mediator, dan motivator. Dalam MP
PAI, misalnya guru harus bisa menjelaskan kepada siswa akan pentingnya belajar
PAI. Di samping itu guru juga harus memotivasi siswa bahwa belajar agama dapat
menunjang perbaikan pribadi pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
2) A: Alam
Ciptakan atau datangkan pengalaman
umum yang dapat dimengerti semua siswa. Artinya, bagaimana guru bisa
mengahadirkan suasana alamiah yang tidk membedakan antara yang satu dengan yang
lain. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa kemampuan masing-masing siswa
berbeda, namun hal itu tidak boleh menjadi alasan bagi guru mendahulukan yang
lebih pandai dari yang kurang pandai. Semua siswa harus mendapat perlakuan yang
sama.
3) N: Namai
Sediakan kata kunci, konsep, model,
rumus, atau strategi terlebih dahulu terhadap sesuatu yang akan diberikan
kepada siswa. Guru sedapat mungkin memberikan pengantar terhadap materi yang
hendak disampaikan. Hal ini dimaksudkan agar ada informasi pendahuluan yang
bisa diterima oleh siswa. selain itu, guru diharapkan juga bis amembuat kata
kunci terhadap hal-hal yang dianggap sulit. Dengan kata lain, guru harus bisa
membuat sesuatu yang sulit menjadi sesuatu yang mudah.
4) D: Demonstrasikan
Sediakan kesempatan bagi siswa untuk
“menunjukkan bahwa mereka tahu”. Sering kali dijumpai ada siswa yang mempunyai
beragam kemampuan, akan tetapi mereka tidak mempunyai keberanian untuk
menunjukkannya. Dalam kondisi ini, para guru harus tanggap dan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk unjuk rasa dan memberikan motivasi agar berani
menunjukkan karya-karya mereka kepada orang lain.
5) U: Ulangi
Tunjukkan kepada siswa bagaimana
cara mengulangi materi secara efektif. Pengulangan materi dalam suatu pelajaran
akan sangat membantu siswa mengingat materi yang disampaikan guru dengan mudah.
6) R: Rayakan
Keberhasilan dan prestasi yang
diraih siswa, sekecil apapun, harus diberi apresiasi oleh guru. Bagi siswa
perayaan akan mendorong mereka memperkuat rasa tanggung jawab. Perayaan akan
mengajarkan kepada mereka mengenai motivasi hakiki tanpa “insentif”. Siswa akan
menanti kegiatan belajar, sehingga pendidikan mereka lebih dari sekedar
mencapai nilai tertentu. Hal ini untuk menummbuhkan rasa senang pada diri siswa
yang pada gilirannya akan melahirkan kepercayaan diri untuk berprestasi lebih
baik lagi.
c. Teknik ARIAS
Pembelajaran dengan teknik ARIAS
terdiri dari lima komponen (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, dan
Satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut
merupakan satu-kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi
singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk
membangkkitkan dan menngkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Assurance
(percaya diri)
Siswa yang
memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya
cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus-menerus. Sikap percaya
diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong
mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal.
2) Relevance
Yaitu
berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang
telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan sekarang atau yang akan
datang. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan
dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui
kesenjangan anatara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu
sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.
3) Interest
Adalah yang
berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Dalam kegiatan pembelajaran
minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus
dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru
harus memerhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam
kegiatan pembelajaran. Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam
usaha mempengaruhi hsil belajar siswa.
4) Assessment
Yaitu yang
berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian
pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan siswa. Bagi
guru evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah
dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun
sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu
siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan
meningkatkan motivasi berprestasi.
5) Satifaction
Yaitu yang berhubungan dengan rasa
bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah
reinforcement (penguatan). Sisa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai
sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan
kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan
berikutnya.
d. Teknik PAKEM
PAKEM adalah singkatan darii
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa
dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa
sehingga siswa aktif bertanya, mempertnyakan, dan mengemukakan gagasan. Jika
pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif,
maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.
Secara garis besar, gambaran PAKEM
adalah sebagai berikut: siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang
mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar
melalui berbuat.
1. Apa yang
harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
2. Memahami
sifat yang dimiliki anak
3. Mengenal
anak secara perorangan
4. Memanfaatkan
perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
5. Mengembangkan
segala kemampuan siswa
6. Mengembangkan
ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
7. Memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar
8. Memberikan
umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
9. Membedakan
antara aktif fisik dan aktif mental.
Kelebihan dan kekurangan Quantum Teaching
Kelebihan Quantum Teaching adalah
a. selalu
berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa,
b. menumbuhkan
dan menimbulkan antusiasme siswa,
c. adanya
kerjasama,
d. menawarkan
ide dan proses cemerlang dalam bentuk yang enak dipahamisiswa
e. menciptakan
tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri sendiri,
f. belajar
terasa menyenangkan,
g. Ketenangan
psikologi,
h. Motivasi
dari dalam,
i.
adanya kebebasan dalam berekspresi, dan
j.
menumbuhkan idialisme, gairah dan cinta mengajar oleh
guru.
Sedangkan kekurangan Quantum Teaching adalah:
a. memerlukan
persiapan yang matang bagi guru dan lingkungan yang mendukung,
b. memerlukan
fasilitas yang memadai,
c. model ini
banyak dilakukan di luar negeri sehingga kurang beradaptasi dengan kehidupan di
Indonesia, dan
d. kurang dapat
mengontrol siswa
PENDEKATAN KONSTEKTUAL
Pendekatan Kontekstual atau Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US
Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa
makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.
Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai
hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri
yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan
berusaha untuk menggapinya.
Pendekatan konstektual merupakan
pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan
melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian
sebenarnya.
Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning
/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dapat
dirumuskan pengertian Contextual Learning sebagai berikut :
- Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
- Pemebelajaran Kontekastual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
Jika kita ingin melakukan pembelajaran dengan
menggunakan Pendekatan kontekstual maka ada beberapa hal penting yang harus
kita jadikan acuan. Hal penting tersebut adalah sebagai berikut :
Proses belajar
- Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
- Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
- Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
- Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
- Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
- Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide
- Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
Transfer Belajar
- Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
- Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
- Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
Siswa sebagai Pembelajar
- Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
- Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
- Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
- Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Pentingnya lingkungan Belajar
- Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
- Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
- Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
- Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Kelebihan dan Kelemahan
Menurut
Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, yaitu :
1. Pembelajaran
lebih bermakna
2. Pembelajaran
lebih produktif
3. Menumbuhkan
keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari
4. Menumbuhkan
rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru
5. Menumbuhkan
kemampuan dalam bekerja sama dengan teman
6. Siswa dapat
membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pebelajaran
Menurut
Dzaki (2009) kelemahan nya adalah :
1. Bagi siwa
yang tidak mengikuti pelajarn CTL, ttidak mendapatkan pengetahuan dan penalaman
yang sama dengan teman lainnya
2. Perasaan
khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristi siswa karena harus
menyesuaikan dengan kelompoknya
3. Banyak siswa
yang tidak senang apabila disuruh untuk bekerja sama dengan lainya.